Selasa, 02 Oktober 2012

Ketika Ketakutan Datang

Takut dalam Kamus Besar Bahasan Indonesia didefinisikan sebagai rasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yangg dianggap akan mendatangkan bencana. 
 
Beberapa di antara kita terkadang merasa takut terhadap sesuatu yang belum jelas, takut tanpa alasan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kekurangtahuan kita atas yang kita takuti itu. 

Sesuatu yang jelas-jelas akan mendatangkan bencana memang layak untuk ditakuti. Akan tetapi jika takut itu terhadap sesuatu yang secara jamak mendatangkan maslahat, tentulah takut semacam itu perlu dipertanyakan. Pertama, apakah sudah tepat indikator yang digunakan untuk menentukan sesuatu itu bencana atau maslahat. Kedua, apakah ada kepentingan lain di balik ketakutan itu sehingga sesuatu yang semestinya maslahat akhirnya dipandang sebagai bencana.

Kepentingan. Lagi-lagi kepentingan. Huh!

Kamis, 26 Juli 2012

Adele - Seseorang Sepertimu (Terjemahan, Pesanan yang Tercantik di Hatiku)

Gak puas dengan pekerjaan Mbah Google, coba-coba terapkan ilmu lama. Yang tercantik di hatiku, semoga berkenan...


ADELE – SESEORANG SEPERTIMU

Aku dengar bahwa Kamu telah mapan
Bahwa Kau telah menemukan seorang gadis dan kini Kaumenikah
Aku dengar bahwa impian-impianmu menjadi kenyataan
Sepertinya dia memberi apa yang Aku tidak berikan kepadamu

Teman lama, mengapa Kau begitu malu?
Aku tidak sepertimu yang menahan atau sembunyi dari dusta

Aku benci keluar dari kesedihan, tak diundang
Tapi Aku tak mampu beranjak, tak mampu melawannya
Aku harap Kaumelihat wajahku dan Kamu akan teringat
Bahwa bagiku, ini belum berakhir

Nggak masalah, Aku akan menemukan seseorang sepertimu
Aku tak berharap apa-apa selain yang terbaik untukmu, juga
Jangan lupakan aku, Kumohon, Kuingat yang Kaukatakan
Kadang-kadang cinta itu bertahan, tapi terakadang juga menyakitkan

Kau tahu bagaiamana waktu berlalu
Baru kemarin, adalah masa kehidupan kita
Kita terlahir dan tumbuh di masa kabut musim panas
Terikat oleh kejutan di hari-hari bahagia kita

 Aku benci keluar dari kesedihan, tak diundang
Tapi Aku tak mampu beranjak, tak mampu melawannya
Aku harap Kaumelihat wajahku dan Kamu akan teringat
Bahwa bagiku, ini belum berakhir

Nggak masalah, Aku akan menemukan seseorang sepertimu
Aku tak berharap apa-apa selain yang terbaik untukmu, juga
Jangan lupakan aku, Kumohon, Kuingat yang Kaukatakan
Kadang-kadang cinta itu bertahan, tapi terakadang juga menyakitkan

Tak ada yang sebanding, tak ada khawatir atau peduli
Penyesalan dan kesalahan, dari merekalah kenangan dibuat
Siapa yang akan tahu bagaimana pahit ini akan terasa?

Nggak masalah, Aku akan menemukan seseorang sepertimu
Aku tak berharap apa-apa selain yang terbaik untukmu
Jangan lupakan aku, Kumohon, Kuingat yang Kaukatakan
Kadang-kadang cinta itu bertahan, tapi terakadang juga menyakitkan

Nggak masalah, Aku akan menemukan seseorang sepertimu
Aku tak berharap apa-apa selain yang terbaik untukmu, juga
Jangan lupakan aku, Kumohon, Kuingat yang Kaukatakan
Kadang-kadang cinta itu bertahan, tapi terakadang juga menyakitkan

Rabu, 25 Juli 2012

Jangan Terlalu Nurut Sama Perempuan!

Sebuah kata yang manis serta alasan yang tepat dan jitu suatu saat bisa menguntungkan jalan nasib seseorang. Ada cerita seperti ini:

Raja Khasru, Raja Persia, maniak ikan laut. Ia sangat hobi makan ikan-ikan segar. Suatu ketika, saat ia sedang bersantai di luar istana, seorang nelayan mendatanginya dengan membawa ikan dengan ukutan sangat besar.

Nelayan itu menghadiahkannya kepada Sang Raja. Tentu saja, Khasru begitu girang. Melihat ikan itu, selera makannya bergairah. Tanpa pikir panjang, ia langsung memerintahkan ajudannya untuk member nelayan itu hadia 4000 dirham.

Syirin, permaisuri raja yang sejak tadi menemaninya terlihat tidak suka karena sang suami telah member hadiah begitu besat kepada nelayan itu. Akhirnya, ketika nelayan itu sudah beranjak belum begitu jauh, ia menghardik Khasru, “Sangat keliru apa yang Kanda lakukan. Sebab setelah ini Kanda member hadiah 4000 dirham kepada prajurit, mereka pasti kecewa dan mereka bilang bahwa engkau menyamakan hadiah prajurit dengan hadiah seorang nelayan,” kata Syirin menghasut.

“Benar juga apa yang Engkau katakana. Tapi sangat tidak pantas jika seorang raja mengambil kembali apa yang telah ia berikan,” jawab Khasru.

“Kalau begitu, panggil saja nelayan tadi. Kemudian tanyakan kepadanya apakah ikan ini laki-laki atau perempuan. Kalau ia bilang laki-laki, maka katakana bahwa yang Engkau inginkan adalah ikan perempuan. Kalau ia bilang perempuan, katakana bahwa yang Kauinginkan adalah ikan laki-laki.”

Khasru mematuhi saran istrinya. Ia betul-betul menyuruh ajudannya untuk memanggil kembali di nelayan.

“Ikan ini laki-laki atau perempuan?” tanyanya ketika nelayan itu menghadap.

“Ini ikan banci, Baginda,” jawab nelayan.

Mendapat jawaban jenaka ini, Khasru terpingkal-pingkal dan ia menyuruh ajudan untuk memberinya hadiah 4000 dirham lagi.

Si nelayan memasukkan 8000 dirham itu dalam karung, lalu ia memanggulnya. Ketika ia melangkah hendak beranjak, ada sekeping dirham jatuh dari karungnya. Ia menurunkan karung itu dari pundaknya lalu meletakkannya di tanah. Ia menunduk untuk mengambil sekeping dirham yang jatuh itu.

Lagi-lagi Syirin menghasut Khasru. “Apa Engkau tidak melihat betapa hinanya orang ini. Hanya karena satu dirham jatuh, ia menurunkan sekarung dirham dari pundaknya. Ia masih begitu berat kehilangan satu dirham itu.”

Khasru murka. “Benar Engkau, wahi Syirin,” katanya. Si nelayan itu dipanggil kembali.

“Hey, betapa serakahnya Engkau. Sudah dapat sekarung, masih begitu berat kehilangan satu dirham!?” bentak Khasru.

Melihat Khasru marah, di nelayan menjawab dengan sangat cerdik. “Ampun, Baginda. Yang sangat berharga bagi hamba bukan satu dirhamnya itu. Hamba mengambilnya dari tanah karena di satu sisi mata uang ini tertulis nama Baginda. Sedangkan di sisi yang lain terdapat ukiran wajah Baginda. Hamba khawatir ada orang bodoh yang menginjak serta meremehkan nama dan gambar Baginda.”

Mendengar penjelasan itu, Khasru tersanjung dan terkagum-kagum. Ia kembali memerintahkan ajudan untuk memberikan hadiah 4000 dirham lagi.

Setelah itu, Raja Persia ini menulis surat yang berisi pesan-pesan kepada rakyatnya. Isinya: “Janganlah kalian mau patuh kepada perempuan. Jangan pula menuruti jalan pikiran mereka.”

Makanya, jangan terlalu nurut sama perempuan! :-) :-) :-)

(Dikutip dari Anekdot Fauna, Ahmad Dairobi, Pustaka Sidogiri)

Selasa, 24 Juli 2012

Jerami Untuk Keledai Tuhan


Alkisah, ada seorang nabi menyuruh pengikutnya untuk memberi hutang kepada Allah (berinfak di jalan Allah).

Akhirnya, ada seorang pengikutnya yang begitu dungu berdoa seperti berdialog dengan Tuhan, “Tuhan, yang aku punya hanyalah jerami makanan keledaiku. Kalau Engkau punya keledai biar aku kasih makan dengan jerami milikku,” teriaknya ke arah langit dengan lantang. Dalam salatnya pun, si dungu ini tetap bermunajat dengan doa aneh tersebut.

Kontan saja nabi menjadi gerah dan langsung memberinya peringatan keras agar tidak memakai lagi doa anehnya itu.

Setelah itu, ternyata Allah menurunkan wahyu kepada Sang Nabi, “Kenapa engkau melarangnya berdoa semacam itu? Dalam sehari, ia telah membuat-Ku tertawa sekian kali."

Ha ha ha. Even God need a break.

(Dikutip dari: Anekdot Fauna, Ahmad Dairobi, Pustaka Sidogiri)

Rabu, 11 April 2012

Ketika Sebuah Kepergian Sangat Diharapkan


Kawan, saat aku terlahir, hadir untuk kali yang pertama di dunia ini, Engkau dan yang lainnya tersenyum. Bahkan sebagian di antara kalian ada yang tertawa. Kalaupun di antara kalian ada yang menangis, dapat dipastikan tangisan itu adalah tangisan bahagia. Sementera aku? Aku kalian biarkan menangis. Aku tak tahu mengapa aku menangis.

Seiring pertumbuhanku, aku mulai belajar, dan aku mulai mengerti. Aku mulai mengerti mengapa ada tawa, mengapa ada tangis. Tidak semua tawa hadir karena datangnya kebahagiaan. Pun tidak semua tangis hadir karena datangnya kesedihan. Tawa bisa hadir karena datangnya kebahagiaan, namun juga kadang-kadang hadir karena datangnya kesedihan. Tangis bisa hadir karena datangnya kesedihan, namun juga kadang-kadang hadir karena datangnya kebahagiaan.

Kawan, kita tidak pernah tahu pasti sampai berapa lama masa kita berselang. Namun tanda-tanda berakhirnya masa itu kadang-kadang bisa kita rasakan. Hanya masing-masing kita yang bisa merasakannya. Yang menjadi persoalan adalah ketika masa itu datang, masa di mana masa kita sudah tidak lagi diperpanjang, masa di mana kita harus pulang, harus pergi, apakah kepergian itu diiringi oleh tawa atau tangis? Di saat aku benar-benar pergi meninggalkan kalian, apakah kalian menangis atau tertawa? Kalaupun kalian menangis, apakah itu karena kalian sedih, atau karena kalian bahagia? Kalaupun kalian tertawa, apakah itu karena kalian bahagia, atau karena kalian sedih? Tentu, yang aku harapkan adalah kalian bersedih dengan kepergianku, entah itu kalian menangis atau tertawa.

Kawan, datang dan pergi adalah bagian dari keseimbangan. Seperti halnya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, kiri dan kanan, atas dan bawah, dan yang lainnya dan lainnya. Kepergian selalu diimbangangi dengan kedatangan. Namun, ketika sebuah kepergian menjadi harapan sebagian besar orang, apakah yang salah di sana? Atau tidak ada yang salah? Ataukah justru sebagian besar orang itu yang salah? Hanya masing-masing kita yang bisa menjawabnya. Tentu dengan segala kejujuran. Sebuah kejujuran yang didasarkan pada nurani, nurani yang dituntun oleh cahaya ilahi.

Senin, 09 April 2012

The Passage of Life (inspired by Kitaro’s Album: Dream)


Deep in the forest, so deep, I heard sounds of joy. I heard sounds of laughter, sounds of happiness. I heard sounds of tears. I heard sound of fears, sounds of sadness. Sound of the forest. Sound of the forest in symphony. “Symphony of the Forest.” Sometimes it sounds so sweet, but sometimes it sounds so tart. Sweetness and tartness fused into one, in the forest, in her.

Still, I walked trough in. Until I found my self in a place. On an island. Everything looked so strange to me. I saw struggling, I saw rebellion, I saw willingness to be it self. I saw strong hope for happiness. But, all I saw weren’t like as they looked like. All I see was desperation. Desperation wrapped in loyalty. All I saw were mystery. Mystery on the “Mysterious Island”.

Still, on the island of mystery, I found a girl, a lady. So simple, so beautiful. So sincere. I didn’t know why I gave my everything to her, sincerely. I gave her  my pride, my hope, my thrust, my love, my affection, my body, and my soul. My everything, everything until I got naked. Lying naked beside her. But, she was only dream. My “Lady of Dream”.

Still, on the island of mystery, I found my self in loneliness. Nothing left. No more pride. No more hope. No more love. No more body. No more soul. No more thrust. No more. Nothing. There was only anger. Anger in pain. So painful. Tears escaped from me in silent. No sounds. Only drop of tears. “A Drop of Silence”.

I didn’t realize, “Agreement” has been made. “Dream of Chant” has been planed to sail through the “Magical Wave”. Her, him, and them. My lady of dream has had her own symphony to play, with him, with them. “Symphony of Dream” played in the “Island of Life”, their life.

On the island of no more mystery, I realized my self. I realize that all were the way I should get trough. Slowly, more than a season, I found back my lost pride, my lost hope, my lost love, my lose affection, my lost body, my lost soul, and my lost thrust. I found my self back. There’s a long passage in front of me to get trough. The passage of a new hope for a new love. The passage for a better tomorrow. “A Passage of Life”. This is my passage.

For Someone Once I loved, AW.
Where are you now?

To listen full album, visit http://www.last.fm/music/Kitaro/Dream

Selasa, 03 April 2012

Kuatkanlah Dirimu

Selamat datang di tempat baru, Kawan. Mungkin Engkau sudah mengetahui tempat barumu. Bagaimana keadaannya, bagaimana orang-orangnya, bagaimana budayanya, bagaimana lingkungan sekitarnya, bagaimana yang lainnya dan lainnya.

Kali pertama Engkau datang di sana, mungkin Engkau kaget dengan sambutan berbagai karakter di sana. Ada yang bersemangat menyambutmu, ada yang datar-datar saja sikapnya kepadamu, ada yang mencoba mengatakan kepadamu, "Hei, ini aku", ada yang menunjukkan wajah kurang bersahabat kepadamu, dan yang lain-lain yang hanya Engkau yang memahami dengan segala interpretasi dari sudut pandangmu sendiri. Kawan, wajar-wajar saja sikap mereka seperti itu. Bagi yang bersemangat menyambutmu, mereka mungkin sudah tahu latar belakangmu dan itu sesuai dengan visi mereka. Bagi yang datar-datar saja sikapnya kepadamu, mungkin mereka masih menimbang-timbang, belum tahu sepenuhnya tentang dirimu. Bagi mereka yang mencoba mengatakan siapa dirinya, mungkin mereka memang membutuhkan pengakuan darimu. Bagi mereka yang menunjukkan sikap kurang bersahabat terhadapmu, mungkin mereka sudah tahu tentang dirimu dan itu tidak sejalan dengan visi mereka.

Kawan, itu semua hal yang wajar diterima oleh orang baru sepertimu. Terserah apa anggapan dan kata mereka. Engkau adalah Engkau. Engkau yang punya latar belakang, sifat, karakter, dan budaya sendiri. Bagaimanapun itu, semoga latar belakang, sifat, karakter, dan budayamu membawa dampak positif bagi dirimu, orang-orang sekitarmu, dan organisasimu.

Sekali lagi, selamat datang dan, ... kuatkanlah dirimu!

Sabtu, 24 Maret 2012

My Body is Not Delicious


My body is not delicious”, itu kelakar salah seorang kawan saat break di sesi diklat hari ini. Kami sama-sama tahu bahwa maksud dari kelakar kawan ini adalah “Saya sedang tidak enak badan.” Bicara sedang tidak enak badan, sebenarnya badan ini juga dalam kondisi yang tidak jauh beda daripada kondisi yang dikelakarkan kawan tadi.

Badan yang sedang tidak enak sebenarnya adalah sinyal yang diberikan oleh tubuh bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya. Kepala yang pusing, misalnya, bisa jadi adalah sinyal bahwa perut sedang bermasalah. Badan yang pegal-pegal, misalnya, bisa jadi adalah sinyal bahwa tubuh memerlukan waktu untuk beristirahat. Ibarat batere, ia perlu diisi ulang (recharge).

Sinyal-sinyal yang dirasakan bisa jadi adalah respon tubuh terhadap pengaruh-pengaruh fisik yang menimpanya. Bisa jadi, sinyal-sinyal itu juga berasal dari pengaruh-pengaruh psikis. Seseorang yang berada dalam kondisi stres, misalnya, bisa jadi perutnya terasa kembung, kepalanya pusing, kakinya pegal, dan seterusnya. Akibat dari stres juga bisa berdampak pada emosi. Seseorang yang mengalami stres seringkali uring-uringan, susah berkonsentrasi, dan bahkan cenderung memperlihatkan perilaku yang tidak bersahabat.

Kawan, tulisan ini mungkin jauh dari ranah ilmiah. Namun, kondisi-kondisi semacam itu sering kita alami. Masalahnya, seberapa responsif kita merespon sinyal-sinyal itu. Mengacuhkannya, atau memperlakukan jiwa dan raga ini dengan memberikan hak-haknya yang semestinya ia terima.

Jika bukan kita yang memperhatikan diri kita sendiri, siapa lagi?

Sabtu, 17 Maret 2012

Ucapan-ucapan Idul Fitri

"Dari Lampung pergi ke Kendari. Di Kota Kendari bertemu muallaf. Mumpung ini hari, hari fitri. Mohon dimaafkan segala salah dan khilaf"

"Makan ketupat lauknya teri. Ikan teri dipadu dengan gurami. Ini hari, hari Idul Fitri. Mohon dimaafkan kesalahan dan khilaf kami"

"Beli buku di Pasar Blauran. Beli muskhaf, juga bakmi. Ini hari, hari lebaran. Mari buka pintu maaf dan jalin silaturrahmi"

"Makan ketupan di hari lebaran. Paling enak pakai sayur santan. Dari lubuk hari yang paling dalam, mohon dimaafkan segala kesalahan"

Ketika Hasrat Materi Mengalahkan Nurani


Hitam dan putih. Itulah yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hitam mewakili yang benar, putih mewakili yang salah.

Namun dalam perjalanan waktu, ada saja segelintir manusia, entah sengaja atau tidak, berusaha mengaburkan hitam dan putih itu. Jadilah hitam dan putih itu abu-abu. Yang abu-abu ini, tergantung kepentingannya, bisa dijadikan putih atau hitam. Sesuatu yang semula benar, dan sangat jelas kalau itu benar, karena dibuat abu-abu, jadilah ia salah. Sesuatu yang semula salah, dan sangat jelas kalau itu salah, karena dibuat abu-abu, jadilah ia benar. 

Ya, karena dibuat-buat, yang dianggap salah tetaplah benar dan yang dianggap benar tetaplah salah. Anehnya, mereka yang membuat-buat ini merasa nyaman dengan praktik yang mereka lakukan. Merasa nyaman tanpa takut terhadap hukum alam. Jelas merasa nyaman karena mereka menikmati materi dari praktik membenar-benarkan yang salah tadi. 

Uh, lagi-lagi materi. Ujung-ujungnya duit!
Jelas sudah, hasrat materi telah mengalahkan nurani. Astaghfirulloh.

Penting dan Merasa Penting

Sang bijak berkata, "Adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik". Kalau saya boleh menambahkan, "Lebih penting lagi menjadi orang penting yang baik".

Orang penting yang baik adalah orang yang tidak merasa kalau dirinya penting. Ia merasa bahwa keberadaannya, sumbangan pemikirannya, apa yang diperbuatnya, dll-nya adalah keberadaan, sumbangan pemikiran, perbuatan, dll yang biasa saja. Biasa saja. Tidak lebih karena itu sudah menjadi tanggung jawabnya. Tanggung jawab yang musti ia tanggung sesuai dengan kapasitasnya. Jadi, di manapun ia berada, ia tidak merasa menjadi orang penting, meskipun orang-orang di sekitarnya mementingkannya. "Aku  hanyalah orang biasa", itu yang selalu tertanam di dalam benaknya. Lain halnya ketika ia melihat orang lain. Orang lain, dari penglihatan orang penting yang baik, adalah penting, siapapun adan apapun kapasitasnya.

Berbeda dengan orang yang merasa dirinya penting. Orang yang merasa dirinya penting, walaupun  keberadaannya memang penting, akan berharap, walaupun kecil, orang-orang di sekitarnya mementingkannya. Meskipun kecil, harapan agar dipentingkan orang lain ini bisa menjadi sumber kekecewaan. Ya, kalau dipentingkan, kalau tidak? Dalam pandangan orang yang merasa penting, orang lain tidaklah penting. Tidak penting karena hanya dirinyalah yang penting. Akibatnya, ia cenderung menganggap remeh orang lain. Padahal, dengan meremehkan orang lain, tanpa sadar, ia sudah menempatkan dirinya dalam posisi yang remeh dalam pandangan orang lain.

Jadi, Anda berada di wilayah mana, penting atau merasa penting?

Hanyalah Cinta - Anggun yang Memang Anggun

Mendengarkan lagu terbaru Anggun, "Hanyalah Cinta" pada awalnya saya tidak menanggapnya sebagai sesuatu yang spesial kecuali karakter suara Anggun yang memang "Anggun" banget, suara khas Anggun. Namun beberapa kali mendengarkan lewat Winamp didukung dengan MiniLyrics --yang karenanya lirik bisa muncul dilayar layaknya karaoke--, saya baru "ngeh" kalau lirik lagu ini memiliki makna yang dalam, makna yang sufistik.

Si pencipta lirik sadar betul bahwa semua yang bersifat kebendaan, kekinian, dan keduaniawian akan pudar, akan hilang, tidak untuk selamanya, hanya sementara saja. Yang kita cari, kita mau, selalu kita tunggu, yang kita nanti, semestinya adalah cinta yang abadi, cinta ilahi. Dialah sumber kebahagiaan abadi, kebahagiaan hakiki. Si pencipta juga menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan. Ada ruang dan waktu yang membatasinya. Selalu ada pertempuran antara kekuatan hitam dan kekuatan putih dalam diri manusia. Pertempuran dan persaingan untuk "memiliki" jiwa dan raga kita. Tinggal manusianya, mau memihak yang hitam atau memihak yang putih. Untuk itu, senyampang waktu masih berdetak, proses mencari arti hidup harus terus berlangsung. Yang bermakna kita pertahankan dan perjuangkan. Yang sia-sia kita tinggalkan.
Coba kita simak lirik "Hanyalah Cinta" di bawah ini"

Hanyalah Cinta - Anggun

semua yang telah aku dapat
indah dan gemerlap
satu hari kan pudar
dan sinarnya akan hilang

sesuatu yang telah aku raih
di dalam hidup ini
tak untuk selamanya
ini semua sementara

reff:
yang aku cari hanyalah cinta
hanya cinta yang tak terganti
yang aku mau hanyalah cinta
hanyalah cinta yang ku beri

yang selalu ku tunggu hanyalah cinta
hanya cinta yang tak terganti
yang aku nanti hanyalah cinta
hanyalah cinta yang abadi

mencari artinya hidup ini
detak waktu masih ada
ada yang paling bemakna
apa yang kan sia-sia

Dunia hiburan memilik magnet yang luar biasa kuat untuk orang-orang mengikuti trend yang dihembuskannya. Dibutuhakan sebuah keberanian, memang. Sesuatu yang idealis seringkali tidak laku di pasar dunia hiburan. Sebuah tantangan bagi mereka yang berkecimpung di dunia hiburan. Berani terima tantangan?

Kebenaran Perlu Kearifan

Suatu hari saya berada di ruang makan. Untuk makan, tentunya. Makan nasi di siang hari. Sengaja saya tidak menggunakan istilah makan siang. Ada kawan yang protes pada saya, "Siang koq dimakan?" Setelah ambil ini, ambil itu, saya memilih tempat duduk.

Di hadapan saya duduk seorang kawan. Belum sesendok nasipun yang saya masukkan ke dalam mulut, tiba-tiba kawan yang satu ini bertanya, "Anda tadi ikut sholat berjamaah?" Karena memang saya tidak ikut berjamaah, saya jawab, "Tidak". "Kenapa?" sambung saya sedikit heran dengan pertanyaannya. "Sholat jamaah adalah anjuran Rasululloh. Nilainya 26 derajat lebih tinggi daripada sholat sendiri," mulailah kawan ini berceramah. Saya hanya diam sembari memasukkan nasi yang sedari tadi sudah siap dimasukkan ke mulut. "Di samping nilainya yang lebih tinggi, sholat berjamaah adalah media bagi kita untuk silaturahim, saling tukar ide, pengalaman, dan bahkan memecahkan masalah yang sedang kita hadapi", sambungnya berceramah. Saya masih diam saja, tidak berkomentar, sambil menikmati makan nasi di siang itu. Walaupun agak terganggu juga sih kenikmatannya. Tanpa memperhatikan saya yang tidak seberapa memperhatikannya, dia kembali berceramah, "Sholat berjamaah seharusnya rutin kita kerjakan. Sesuatu yang rutin atau biasa kita lakukan lama-lama berkembang menjadi kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan yang kita biasakan akan menjadi karakter kita. Bayangkan kalau sesuatu itu adalah sholat berjamaah. Di samping dimensi akhirat, dampak sosial sholat berjamaah sungguh luar biasa." Saya yang semula dalam tahap kurang memperhatikan, setelah ceramahnya yang terakhir ini, akhirnya sudah sampai pada tahap terganggu. Orang ini ngomong apa, sih? Saya sedang makan! Tapi, untunglah datang teman saya yang lain menyelamatkan perkawanan saya dengan kawan tukang ceramah ini. Sekarang, obyek ceramah digantikan teman saya yang baru datang ini.

Sahabat, pelajaran apa yang bisa kita tangkap dari peristiwa ini? Ternyata, kebenaran tidak selalu baik. Diperlukan kearifan untuk menyampaikan kebenaran. Semoga bermanfaat :-)