Rabu, 11 April 2012

Ketika Sebuah Kepergian Sangat Diharapkan


Kawan, saat aku terlahir, hadir untuk kali yang pertama di dunia ini, Engkau dan yang lainnya tersenyum. Bahkan sebagian di antara kalian ada yang tertawa. Kalaupun di antara kalian ada yang menangis, dapat dipastikan tangisan itu adalah tangisan bahagia. Sementera aku? Aku kalian biarkan menangis. Aku tak tahu mengapa aku menangis.

Seiring pertumbuhanku, aku mulai belajar, dan aku mulai mengerti. Aku mulai mengerti mengapa ada tawa, mengapa ada tangis. Tidak semua tawa hadir karena datangnya kebahagiaan. Pun tidak semua tangis hadir karena datangnya kesedihan. Tawa bisa hadir karena datangnya kebahagiaan, namun juga kadang-kadang hadir karena datangnya kesedihan. Tangis bisa hadir karena datangnya kesedihan, namun juga kadang-kadang hadir karena datangnya kebahagiaan.

Kawan, kita tidak pernah tahu pasti sampai berapa lama masa kita berselang. Namun tanda-tanda berakhirnya masa itu kadang-kadang bisa kita rasakan. Hanya masing-masing kita yang bisa merasakannya. Yang menjadi persoalan adalah ketika masa itu datang, masa di mana masa kita sudah tidak lagi diperpanjang, masa di mana kita harus pulang, harus pergi, apakah kepergian itu diiringi oleh tawa atau tangis? Di saat aku benar-benar pergi meninggalkan kalian, apakah kalian menangis atau tertawa? Kalaupun kalian menangis, apakah itu karena kalian sedih, atau karena kalian bahagia? Kalaupun kalian tertawa, apakah itu karena kalian bahagia, atau karena kalian sedih? Tentu, yang aku harapkan adalah kalian bersedih dengan kepergianku, entah itu kalian menangis atau tertawa.

Kawan, datang dan pergi adalah bagian dari keseimbangan. Seperti halnya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, kiri dan kanan, atas dan bawah, dan yang lainnya dan lainnya. Kepergian selalu diimbangangi dengan kedatangan. Namun, ketika sebuah kepergian menjadi harapan sebagian besar orang, apakah yang salah di sana? Atau tidak ada yang salah? Ataukah justru sebagian besar orang itu yang salah? Hanya masing-masing kita yang bisa menjawabnya. Tentu dengan segala kejujuran. Sebuah kejujuran yang didasarkan pada nurani, nurani yang dituntun oleh cahaya ilahi.

Senin, 09 April 2012

The Passage of Life (inspired by Kitaro’s Album: Dream)


Deep in the forest, so deep, I heard sounds of joy. I heard sounds of laughter, sounds of happiness. I heard sounds of tears. I heard sound of fears, sounds of sadness. Sound of the forest. Sound of the forest in symphony. “Symphony of the Forest.” Sometimes it sounds so sweet, but sometimes it sounds so tart. Sweetness and tartness fused into one, in the forest, in her.

Still, I walked trough in. Until I found my self in a place. On an island. Everything looked so strange to me. I saw struggling, I saw rebellion, I saw willingness to be it self. I saw strong hope for happiness. But, all I saw weren’t like as they looked like. All I see was desperation. Desperation wrapped in loyalty. All I saw were mystery. Mystery on the “Mysterious Island”.

Still, on the island of mystery, I found a girl, a lady. So simple, so beautiful. So sincere. I didn’t know why I gave my everything to her, sincerely. I gave her  my pride, my hope, my thrust, my love, my affection, my body, and my soul. My everything, everything until I got naked. Lying naked beside her. But, she was only dream. My “Lady of Dream”.

Still, on the island of mystery, I found my self in loneliness. Nothing left. No more pride. No more hope. No more love. No more body. No more soul. No more thrust. No more. Nothing. There was only anger. Anger in pain. So painful. Tears escaped from me in silent. No sounds. Only drop of tears. “A Drop of Silence”.

I didn’t realize, “Agreement” has been made. “Dream of Chant” has been planed to sail through the “Magical Wave”. Her, him, and them. My lady of dream has had her own symphony to play, with him, with them. “Symphony of Dream” played in the “Island of Life”, their life.

On the island of no more mystery, I realized my self. I realize that all were the way I should get trough. Slowly, more than a season, I found back my lost pride, my lost hope, my lost love, my lose affection, my lost body, my lost soul, and my lost thrust. I found my self back. There’s a long passage in front of me to get trough. The passage of a new hope for a new love. The passage for a better tomorrow. “A Passage of Life”. This is my passage.

For Someone Once I loved, AW.
Where are you now?

To listen full album, visit http://www.last.fm/music/Kitaro/Dream

Selasa, 03 April 2012

Kuatkanlah Dirimu

Selamat datang di tempat baru, Kawan. Mungkin Engkau sudah mengetahui tempat barumu. Bagaimana keadaannya, bagaimana orang-orangnya, bagaimana budayanya, bagaimana lingkungan sekitarnya, bagaimana yang lainnya dan lainnya.

Kali pertama Engkau datang di sana, mungkin Engkau kaget dengan sambutan berbagai karakter di sana. Ada yang bersemangat menyambutmu, ada yang datar-datar saja sikapnya kepadamu, ada yang mencoba mengatakan kepadamu, "Hei, ini aku", ada yang menunjukkan wajah kurang bersahabat kepadamu, dan yang lain-lain yang hanya Engkau yang memahami dengan segala interpretasi dari sudut pandangmu sendiri. Kawan, wajar-wajar saja sikap mereka seperti itu. Bagi yang bersemangat menyambutmu, mereka mungkin sudah tahu latar belakangmu dan itu sesuai dengan visi mereka. Bagi yang datar-datar saja sikapnya kepadamu, mungkin mereka masih menimbang-timbang, belum tahu sepenuhnya tentang dirimu. Bagi mereka yang mencoba mengatakan siapa dirinya, mungkin mereka memang membutuhkan pengakuan darimu. Bagi mereka yang menunjukkan sikap kurang bersahabat terhadapmu, mungkin mereka sudah tahu tentang dirimu dan itu tidak sejalan dengan visi mereka.

Kawan, itu semua hal yang wajar diterima oleh orang baru sepertimu. Terserah apa anggapan dan kata mereka. Engkau adalah Engkau. Engkau yang punya latar belakang, sifat, karakter, dan budaya sendiri. Bagaimanapun itu, semoga latar belakang, sifat, karakter, dan budayamu membawa dampak positif bagi dirimu, orang-orang sekitarmu, dan organisasimu.

Sekali lagi, selamat datang dan, ... kuatkanlah dirimu!